Tugas
Kelompok
KEPERAWATAN
PROFESIONAL
“PRAKTIK KEPERAWATAN”
Dosen
Pembimbing : Amira
Oleh
Kelompok IV
Nurfadillah Hi. Rauf
Muhammad Nebo
WiwiN L.Qanada
Julianti A.Rasid
Husrin Selpia
Zulfikar Lanjari
Deisy Yulia Pia
|
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TERNATE
JURUSAN KEPERAWATAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam
bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat
melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau
oleh masyarakat.
Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu,
pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kehidupan fisik, mental maupun sosial
ekonomi yang dalam perkembangannya telah terjadi perubahan orientasi baik
tatanilai maupun pemikiran terutama upaya pemecahan masalah kesehatan.
Penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan
yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi
sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Kesehatan no 23 tahun1992. Praktik
keperawatan merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui registrasi,
seritifikasi, akreditasi, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan serta
pemantauan terhadap tenaga keperawatan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi.
Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi
layanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait
langsung dengan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan
pendidikan yang dimilikinya.Tenaga keperawatan juga memiliki karakteristik yang
khas dengan adanya pembenaran hukum yaitu diperkenannya melakukan intervensi
keperawatan terhadap tubuh manusia dan lingkungannya dimana apabila hal itu
dilakukan oleh tenaga lain dapat digolongkan sebagai tindakan pidana.
Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan
kesehatan dari model medikal yang menitik beratkan pelayanan pada diagnosis
penyakit dan pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat
penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen,
1996), maka perawat berada pada posisi kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal
ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan
pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg & Swansburg, 1999) dan
hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di 2
rumah sakit maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat.
Hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI tentang kegiatan perawat di
Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan adalah
kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005). Enam puluh persen tenaga
kesehatan adalah perawat yang bekerja pada berbagai sarana/tatanan pelayanan
kesehatan dengan pelayanan 24 jam sehari, 7 hari seminggu, merupakan kontak
pertama dengan sistem klien.
Keperawatan sebagai profesi mempersyaratkan pelayanan keperawatan
diberikan secara professional oleh perawat/ners dengan kompetensi yang memenuhi
standar dan memperhatikan kaidah etik dan moral, sehingga masyarakat
terlindungi karena menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu.
Keperawatan sebagai profesi juga memiliki body of knowledge yang jelas berbeda
dengan profesi lain, altruistik, memiliki wadah profesi, memiliki standard dan
etika profesi, akontabilitas, otonomi, dan kesejawatan (Leddy & Pepper,
1993). Perawat juga diharuskan akuntabel terhadap praktik keperawatan yang
berarti dapat memberikan pembenaran terhadap keputusan dan tindakan yang
dilakukan dengan konsekuensi dapat digugat secara hokum apabila tidak melakukan
praktik keperawatan sesuai dengan standar profesi, kaidah etik dan moral.
Proses Keperawatan adalah suatu entitas ilmiah dan humanistic
melandasi suatu standard asuhan dan dilaksanakan berdasarkan keyakinan terhadap
paradigma keperawatan. Sistematika proses keperawatan menjadi pola pikir dan
tindakan perawat yang terdiri dari pengkajian (assesment), perencanaan
(termasuk kriteria keberhasilan), implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan
ini telah hampir diterapkan diseluruh pelayanan kesehatan di Indonesia dengan
penyesuaian dengan kondisi setempat.
Melemahnya kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntutan hukum
terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan, seringkali di
identikkan dengan kegagalan upaya kesehatan padahal perawat hanya melakukan
daya upaya sesuai displin ilmu keperawatan. Untuk menjamin perlindungan
terhadap masyarakat penerima pelayanan dan asuhan keperawatan serta perawat
sebagai pemberi pelayanan dan asuhan keperawatan, maka diperlukan ketetapan
hukum yang mengatur praktik keperawatan. Hanya perawat yang memenuhi
persyaratan saja yang akan mendapatkan lisensi/ijin melakukan Pratik
keperawatan. Untuk itu diperlukan Undang Undang Praktik Keperawatan yang
mengatur keberfungsian Badan Regulatori atau Konsil Keperawatan untuk
melindungi masyarakat.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Global, turut pula
menandatangani kesepakatan di antara 10 negara ASEAN khususnya di bidang
pelayanan kesehatan yang dikenal dengan MRA (Mutual Recognition Agreement),
dimana Konsil Keperawatan sebagai Badan yang independen diperlukan untuk
mengatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi bagi praktik perawat. Dalam
kancah 3 global, keperawatan di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan
negara-negara di Asia terutama dalam hal lemahnya regulasi tentang praktik
keperawatan. Di antara 10 negara di Asia tenggara, 7 negara telah memiliki
undang-undang yang mengatur tentang praktik keperawatan, sedangkan 3 negara
yang belum memiliki undang-undang praktik keperawatan adalah Indonesia, Laos
dan Vietnam. Adanya undang-undang praktik keperawatan (Regulatory Body)
merupakan salah satu prasyarat mutlak untuk ikut berperan dalam kancah global,
apalagi Indonesia telah memproduk tenaga keparawatan dalam jumlah yang besar.
Dengan adanya undang-undang praktik keperawatan merupakan jaminan terhadap mutu
dan standard praktik disamping sebagai perlindungan hukum bagi pemberi dan
penerima jasa pelayanan keperawatan.
Secara garis besar hal-hal substansial yang dimuat dan ditampung
dalam Rancangan Undang-Undang Praktik Keperawatan ini antara lain menyangkut:
1. Pengaturan kompetensi
seorang tenaga keperawatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
2. Pengaturan ijin praktik
kaitannya dengan sertifikasi, registrasi dan lisensi.
3. Akreditasi tempat
praktik dan orang-orang yang bertangung jawab terhadap praktik.
4. Pengaturan tentang
keterkaitan antara praktik dengan penelitian.
5. Pengaturan penetapan
kebijakan yang sekarang ini ada pada departemen kesehatan.
6. Ketatalaksanaan hubungan
antara pasien dengan perawat.
7. Penerapan ilmu kaitannya
dengan penapisan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
8. Pemberian sanksi
disiplin.
1.2
Perumusan Masalah
Bedasarkan latar
belakang diatas bagaimanakah masa depan profesi keperawatan di dalam
melaksanakan praktik keperawatan dalam RUU keperawatan.
1.3 Tujuan
1. Gambaran penyelenggaraan
praktik keperawatan
2. Sejarah perkembangan
profesi keperawatan
3. Registrasi keperawatan
4. Penyelenggaraan praktik
keperawatan
5. Sertifikasi Keperawatan
6. Standar pendidikan
profesi keperawatan
BAB II
TUJUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran
Penyelenggaraan praktik keperawatan
Izin praktik keperawatan pada
dasarnya bukan merupakan topik baru bagi para perawat Indonesia. PPNI dalam
berbagai kesempatan telah mendiskusikan topik ini. Para ahli yang antusias
dalam mengembangkan kualitas dan praktik keperawatan telah pula memberikan
sumbangan pikiran. Namun, izin praktik keperawatan sampai tulisan ini dibuat
masih tetap merupakan perjuangan keperawatan.
Bagi setiap profesi atau pekerjaan
untuk mendapatkan hak izin praktik bagi anggotanya, biasanya harus memenuhi
tiga kriteria :
Ada kebutuhan untuk melindungi keamanan atau kesejahteraan masyarakat.
Pekerjaan secara jelas merupakan area kerja yang tersendiri dan terpisah.
Ada suatu organisasi yang melaksanakan tanggung jawab proses pemberian izin. (Kozier Erb, 1990).
Ada kebutuhan untuk melindungi keamanan atau kesejahteraan masyarakat.
Pekerjaan secara jelas merupakan area kerja yang tersendiri dan terpisah.
Ada suatu organisasi yang melaksanakan tanggung jawab proses pemberian izin. (Kozier Erb, 1990).
Izin praktik keperawatan diperlukan
oleh profesi dalam upaya meningkatkan dan menjamin professional anggotanya.
Bagi masyarakat izin praktik keperawatan merupakan perangkat perlindungan bagi
mereka untuk mendapat pelayanan dari perawat professional yang benar-benar
mampu dan mendapat pelayanan keperawatan dengan mutu tinggi.
Tidak adanya izin keperawatan menempatkan profesi keperawatan berasa pada posisi yang sulit untuk menentukan mutu keperawatan. Kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai jenjang pendidikan keperawatan dengan standar atau mutu antar institusi pendidikan yang tidak sama. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa seseorang yang telah lulus dari pendidikan keperawatan belum tentu cukup menguasai kompetensinya sebagai perawat. Situasi inilah yang membuat para pemimpin keperawatan cukup prihatin. Pihak pasien tidak tahu apakah pendidikan perawat atau justru diperburuk oleh kualitas keperawatan yang diberikan oleh para perawat yang dipersiapkan dengan tidak mantap.
Perkembangan pemberian izin praktik keperawatan cukup bervariasi di setiap Negara. Di Amerika Serikat misalnya, izin praktik keperawatan diberikan pada perawat professional mulai pada tahun 1903 tepatnya di Negara bagian North Carolina. Pada tahun 1923 semua
Tidak adanya izin keperawatan menempatkan profesi keperawatan berasa pada posisi yang sulit untuk menentukan mutu keperawatan. Kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai jenjang pendidikan keperawatan dengan standar atau mutu antar institusi pendidikan yang tidak sama. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa seseorang yang telah lulus dari pendidikan keperawatan belum tentu cukup menguasai kompetensinya sebagai perawat. Situasi inilah yang membuat para pemimpin keperawatan cukup prihatin. Pihak pasien tidak tahu apakah pendidikan perawat atau justru diperburuk oleh kualitas keperawatan yang diberikan oleh para perawat yang dipersiapkan dengan tidak mantap.
Perkembangan pemberian izin praktik keperawatan cukup bervariasi di setiap Negara. Di Amerika Serikat misalnya, izin praktik keperawatan diberikan pada perawat professional mulai pada tahun 1903 tepatnya di Negara bagian North Carolina. Pada tahun 1923 semua
Negara bagian telah mempunyai izin
praktik bagi para perawat.
Untuk mendapatkan izin praktik maka seorang lulusan dari pendidikan professional keperawatan harus mendaftarkan diri pada dewan keperawatan yang ada di setiap provinsi untuk mengikuti ujian. Di Amerika Dewan ini bernama State Board of Nursing, atau Board of Registered Nursing, atau Board of Nurse Examinors. Biaya ujian cukup bervariasi antara US$ 25- 100.
Untuk mendapatkan izin praktik maka seorang lulusan dari pendidikan professional keperawatan harus mendaftarkan diri pada dewan keperawatan yang ada di setiap provinsi untuk mengikuti ujian. Di Amerika Dewan ini bernama State Board of Nursing, atau Board of Registered Nursing, atau Board of Nurse Examinors. Biaya ujian cukup bervariasi antara US$ 25- 100.
Bagi para perawat yang telah
menyelesaikan pendidikan spesialisasi keperawatan (Master Degree) maka kepada
mereka diperbolehkan mengikuti ujian untuk mendapatkan izin advanced nursing
practice. Ujian yang diselenggarakan sesuai dengan spesialisasi misalnya
perawat spesialis anestesi, perawat spesialis kebidanan, perawat spesialis
klinik, perawat spesialis anak, perawat spesialis kesehatan keluarga, perawat
spesialis kesehatan sekolah, perawat spesialis jiwa dan lain-lain. Setelah
lulus ujian maka kepada mereka diberi sebutan keprofesian sesuai spesialisasi
yang diambil.
Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan fisiologis,
psikologis, sosial, spiritual dan kultural yang diberikan kepada klien (pasien)
karena ketidakmampuan, ketidakmauan dan ketidaktahuan klien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya yang sedang terganggu. Fokus keperawatan adalah respons
klien terhadap penyakit, pengobatan dan lingkungan (Tomey, 1994).
Beberapa teori keperawatan sampai saat ini mewarnai dasar bentuk
pelayanan keperawatan, antara lain Teori Adaptasi (Roy), Self care
(Orem), Teori 14 kebutuhan dasar/model konseptual Komplementer atau Suplementer
(Henderson), Care-Cure and Core (Lydia Hall), Teori Sikap dan
Perilaku Caring (Jane Watson), Teori Sistem Perilaku (Johnson), Sistem
Sosial (King), Teori Lintas Budaya (Leininger), Perilaku Pencegahan dan
Peningkatan Kesehatan (Nola Pender) dan lain-lain. Tujuan dari teori ini adalah
untuk memperlihatkan kepada khalayak bahwa fokus pelayanan keperawatan adalah
klien dan keluarganya sebagai sistem yang pada dasarnya memiliki potensi untuk
berubah dan berkembang dalam rangka pemulihan diri dari gangguan kesehatan,
serta perlu untuk di bimbing dalam rangka pemberdayaan dirinya. Inti dari semua
teori ini adalah hubungan perawat-klien terbina secara terapeutik dan menjadi
landasan terwujudnya kesetaraan professional diantara keduanya yang saling
membutuhkan. Teori-teori inilah yang menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan berbeda
dengan profesi kesehatan lain (Nurrachmah, 2004).
Keperawatan di Indonesia yang perkembangannya masih belum
menggembirakan dibanding dengan negara-negara maju. Di karnakan karna adanya
faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor historikal, struktural
maupun fungsional. Dengan banyaknya perubahan yang terjadi pada era globalisasi
dimana perkembangan tehnologi informasi membuat tidak ada batas antar negara,
telah memungkinkan arah perkembangan keperawatan di Indonesia sejalan dengan
arah perkembangan keperawatan di negara-negara maju. Walaupun sebenarnya
keterlambatan perkembangan keperawatan di Indonesia lebih banyak dikarenakan
factor ekesternal profesi.
2.2 Sejarah
Perkembangan Profesi Keperawatan
Perkembangan keperawatan di
Indonesia mungkin tidak terlepas dari perkembangan keperawatan global. Karna
dalam sejarah Islam pada zaman Nabi Muhammad S.A.W, walaupun tidak banyak
catatan telah dikenal dengan nama Siti Rufaidah yang dianggap sebagai perawat
pertama didunia dan banyak terlibat dalam melayani orang sakit. Selain itu di
Inggris juga dikenal dengan nama Florence Nightingale yang terkenal dalam
Perang Kremlin dengan mengabdikan dirinya hanya untuk kepentingan orang sakit
khususnya para prajurit yang terluka.
Di Indonesia dalam suatu
sejarah perkembangan tercatat telah lama ada yaitu diberikan oleh orang yang
telah di didik untuk merawat orang sakit. Beberapa catatan mengemukakan
sebelum kemerdekaaan tahun 1945 bahwa pendidikan perawat telah di mulai sejak
tahun 1800-an di sebuah rumah sakit di Batavia yang sekarang dikenal dengan
Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta. Sejak saat itu dikembangkan berbagai pendidikan
kekhususan paramedis diantaranya pendidikan untuk menjadi mantra cacar, tenaga
perawat berijazah eropa, tenaga perawat berijazah Hindia Belanda dan pendidikan
mantri malaria. Pendidikan mantri cacar merupakan pendidikan tertua sejak tahun
1820 dengan lama pendidikan 6-12 bulan, termasuk praktik lapangan 6 bulan.
Perawat berijazah eropa adalah dimulai dengan pendidikan dasar MULO dan lama
pendidikan 3 tahun dimana lulusannya mendapatkan fasilitas dan penghargaan
lebih tinggi dibanding tenaga lainnya. Sedangkan perawat yang berijazah Hindia
Belanda sering disebut dengan mantri jururawat adalah perawat dengan lama
pendidikan 4 tahun yang menghasilkan dua jenis tenaga perawat yaitu perawat
umum dan perawat jiwa yang dimulai sejak tahun 1915. Adapun mantri malaria
merupakan tenaga perawat yang hanya berupa kursus selama satu setengah tahun,
yang hanya diadakan 2 kali yaitu tahun 1926 dan 1927.
Keterlibatan perawat
dalam medan perang sangat aktif, keperawatan diinterpretasikan dalam aspek yang
sangat luas. Mereka melakukan berbagai kegiatan diantaranya mulai mengangkat
korban, mengobati, memindahkan ketempat yang lebih aman sampai dengan memakamkan
bagi korban yang meninggal. Perawat melakukan kegiatan yang berdasarkan pada
prosedur kemanusiaan.
Keperawatan setelah
kemerdekaan sampai dengan tahun 1965 tidak banyak mengalami kemajuan. Pada
tahun 1953 dibuka Sekolah Pengatur Rawat (SPR) dengan latar belakang sekolah
menengah pertama dan lama pendidikan 3 tahun yang dibuka di 3 wilayah yaitu
Jakarta, Bandung dan Surabaya. Tahun 1955, dibuka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK)
dengan latar belakang pendidikan dasar (Sekolah Rakyat) ditambah satu tahun.
Pada masa ini nampak bahwa perkembangan keperawatan masih sangat tertinggal
sehingga pada tahun 1960-an dikenal berbagai jenis tenaga perawat sampai lebih
dari 20 jenis. Pendidikan keperawatan berbasis rumah sakit lebih ditujukan
kepada pemenuhan kebutuhan rumah sakit setempat, mereka bekerja dibawah
supervisi tenaga kesehatan lainya. Karena landasan keilmuan yang kurang kokoh
maka pelayanan yang diberikan lebih bersifat suplementer dan menjadi tenaga
yang kurang akontabel. Situasi tersebut mendorong Departemen Kesehatan
mengembangkan pendidikan keperawatan yang lebih sesuai untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan dengan didirikannya Akademi Keperawatan di lingkungan Rumah Sakit
Ciptomangunkusumo Jakarta pada tahun 1962 (yang dikenal dengan CBZ) dengan
latar belakang pendidikan sekolah menengah atas dan di tambah dengan pendidikan
sekolah keperawatan 3 tahun.
Pada tahun 1972, di
deklarasikan wadah Persatuan Perawat Nasional Indonesia sebagai wadah
organisasi profesi, dimana para perawat sudah mulai menyadari bahwa pentingnya
organisasi profesi bagi pengembangan keperawatan. Pada tahun 1983 merupakan
periode kebangkitan, dimana pada Lokakarya Nasional Keperawatan disepakati
bahwa keperawatan adalah profesi dan pendidikan keperawatan berada pada
pendidikan tinggi.
Pada tahun 1985 dibuka
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang
merupakan pendidikan tinggi keperawatan Strata satu pertama di Indonesia.
Perkembangan ini diikuti pula dengan dengan diakuinya keperawatan sebagai profesi
pada Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992. Periode ini menjadi penting
setelah Peraturan pemerintah no.32 tahun 1996 telah menjabarkan keberadaan
profesi keperawatan sebagai satu dari enam kelompok profesi kesehatan yang ada
di Indonesia. Kebijakan ini mendorong organisasi profesi menata katagori tenaga
keperawatan yang ada dengan hanya ada tiga katagori yaitu SPK, D.III dan
Sarjana Keperawatan (Ners).
2.1 Registrasi Keperawatan
Setiap perawat yang akan
melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat Tanda
Registrasi Perawat (STRP). Registrasi perawat dilakukan dalam 2 (dua) kategori:
a. LVN untuk perawat
vokasional
b. RN untuk perawat professional
Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi
persyaratan :
a. memiliki ijazah perawat
Diploma III dan SPK untuk LVN
b. memiliki ijazah Ners,
atau Ners Spesialis untuk RN
c. mempunyai surat
pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji perawat
d. memiliki surat
keterangan sehat fisik dan mental
e. lulus uji kompetensi
f. membuat pernyataan akan
mematuhi dan melaksanakan kode etik profesi keperawatan
g. rekomendasi dari
organisasi profesi
2.4 Penyelenggaraan
Praktik Peperawatan
Praktik keperawatan
dilakukakan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat dengan klien dan atau
pasien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan.
Dalam melaksanakan
praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPP berwenang untuk:
a. Melaksanakan asuhan
keperawatan yang meliputi diantaranya: pengkajian keperawat, penetapan
diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan
evaluasi keperawatan.
b. Melaksanakan tindakan
keperawatan sebagaimana meliput antara lain: intervensi/tritmen keperawatan,
observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
c. Melaksanakan intervensi
keperawatan
d. Memberikan pengobatan
(tidak termasuk obat-obat dengan label merah) dan tindakan medik terbatas,
pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan
obat/resep terbatas.
e. Melaksanakan program
pengobatan secara tertulis dari dokter.
2.5 Sertifikasi Keperawatan
Sertifikasi merupakan proses
pengabsahan bahwa seorang perawat telah memenuhi standar minimal kompetensi
praktik pada area spesialisasi tertentu seperti kesehatan ibu dan anak,
pediatric , kesehatan mental, gerontology dan kesehatan sekolah. Sertifikasi telah
diterapkan di Amerika Serikat. Di Indonesia sertifikasi belum diatur, namun
demikian tidak menutup kemungkinan dimasa mendatang hal ini dilaksanakan.
2.6 . Standar Pendidikan Profesi Keperawatan
Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi
profesi keperawatan dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia. Dalam
rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan,
organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan.
Standar pendidikan
profesi keperawatan adalah:
a. untuk pendidikan profesi
Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis dengan melibatkan asosiasi institusi
pendidikan keperawatan.
b. untuk pendidikan profesi
Ners Spesialis I dan II disusun oleh Kolegium Ners Spesialis dengan melibatkan
asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
2.7 Lisensi Keperawatan
Lisensi keperawatan adalah pemberian izin
kepada perawat yang memenuhi persyaratan oleh badan pemerintah yang berwenag,
sebelum ia diperkenankan melakukan pekerjaan dan prakteknya yang telah
ditetapkan.
a. Tujuan pemberian Lisensi
· Membatasi pemberian kewenangan
melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi yang kompeten.
· Meyakinkan masyarakat bahwa yang
melakukan praktek mempunyai kompetensi yang diperlukan
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan praktik
keperawatan saat ini didominasi oleh kebutuhan formil dan kepentingan
pemerintah, sedangkan peran profesi masih kurang apalagi bila dibandingkan
dengan perangkat hukum negara lain di Asia dan Eropa.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang keperawatan yang sangat pesat harus
diimabngi pula dengan perangkat hukum yang ada, sehingga dapat memberikan
perlindungan yang menyeluruh kepada tenaga keperawatan sebagai pemberi
pelayanan maupun di masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan. Dalam
melakukan perubahan atau dalam membentuk suatu undang-undang yang diharapkan
dapat sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, maka keberadaan naskah akademis
menjadi sangat penting.
Oleh
karena itu penyusunan naskah akademis Praktik Keperawatan ini memuat
pokok-pokok pikiran mengenai materi hukum yang melandasi penyusunan praktik
keperawatan mencakup antara lain:
a.
Pengaturan kompetensi seorang tenaga keperawatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
b.
Pengaturan izin praktik kaitannya dengan seritifikasi, registrasi
dan lisensi.
c.
Akreditasi tempat praktik dan orang yang bertanggung jawab
ditempat praktik.
d.
Pengaturan penetapan kebijkan, yang sekarang ini hanya ada di
Departemen Kesehatan.
e.
Pengaturan ketatalaksanaan hubungan perawat klien (pasien).
f.
Penerapan ilmu kaitannya dengan penapisan ilmu pengetahuan dan
tehnologi.
3.2
Saran
1.
Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif
dan partisipatif semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam
penyelenggaran Praktik Keperawatan berorientasi kepada pelayanan yang bermutu.
2.
Perlu adnya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang
diselenggarakan oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap mendidik
sekaligus bersifat menghukum yang mudah dipahami dan dilaksanakan, karena
penyelenggaraan praktik keperawatan menyangkut berbagai pihak sehingga yang
terkait hendaknya bersifat proaktif dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan tersebut.
3.
Materi naskah akademis praktik keperawatan perlu dinormatifkan
dalam bahasa hukum dan dituangkan dalam praktik keperawatan.
Daftar Pustaka
Robert Prihardjo, Praktik Keperawatan Profesional : Konsep
Dasar Dan Hukum, EGC , Jakarta.