Selasa, 11 Maret 2014

KEPERAWATAN PROFESIONAL “PRAKTIK KEPERAWATAN”



Tugas Kelompok
KEPERAWATAN PROFESIONAL
 “PRAKTIK KEPERAWATAN”
Dosen Pembimbing : Amira
 



 








Oleh

Kelompok IV

*       Nurfadillah Hi. Rauf
*       Muhammad Nebo
*       WiwiN L.Qanada
*       Julianti A.Rasid
*       Husrin Selpia
*       Zulfikar Lanjari
*       Deisy Yulia Pia




POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TERNATE

JURUSAN KEPERAWATAN

2013


BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang
Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk  pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu, pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kehidupan fisik, mental maupun sosial ekonomi yang dalam perkembangannya telah terjadi perubahan orientasi baik tatanilai maupun pemikiran terutama upaya pemecahan masalah kesehatan.

Penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Kesehatan no 23 tahun1992. Praktik keperawatan merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui registrasi, seritifikasi, akreditasi, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan serta pemantauan terhadap tenaga keperawatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.

Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung dengan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan pendidikan yang dimilikinya.Tenaga keperawatan juga memiliki karakteristik yang khas dengan adanya pembenaran hukum yaitu diperkenannya melakukan intervensi keperawatan terhadap tubuh manusia dan lingkungannya dimana apabila hal itu dilakukan oleh tenaga lain dapat digolongkan sebagai tindakan pidana.

Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medikal yang menitik beratkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996), maka perawat berada pada posisi kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg & Swansburg, 1999) dan hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di 2 rumah sakit maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat. Hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI tentang kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005). Enam puluh persen tenaga kesehatan adalah perawat yang bekerja pada berbagai sarana/tatanan pelayanan kesehatan dengan pelayanan 24 jam sehari, 7 hari seminggu, merupakan kontak pertama dengan sistem klien.

Keperawatan sebagai profesi mempersyaratkan pelayanan keperawatan diberikan secara professional oleh perawat/ners dengan kompetensi yang memenuhi standar dan memperhatikan kaidah etik dan moral, sehingga masyarakat terlindungi karena menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu. Keperawatan sebagai profesi juga memiliki body of knowledge yang jelas berbeda dengan profesi lain, altruistik, memiliki wadah profesi, memiliki standard dan etika profesi, akontabilitas, otonomi, dan kesejawatan (Leddy & Pepper, 1993). Perawat juga diharuskan akuntabel terhadap praktik keperawatan yang berarti dapat memberikan pembenaran terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukan dengan konsekuensi dapat digugat secara hokum apabila tidak melakukan praktik keperawatan sesuai dengan standar profesi, kaidah etik dan moral.

Proses Keperawatan adalah suatu entitas ilmiah dan humanistic melandasi suatu standard asuhan dan dilaksanakan berdasarkan keyakinan terhadap paradigma keperawatan. Sistematika proses keperawatan menjadi pola pikir dan tindakan perawat yang terdiri dari pengkajian (assesment), perencanaan (termasuk kriteria keberhasilan), implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan ini telah hampir diterapkan diseluruh pelayanan kesehatan di Indonesia dengan penyesuaian dengan kondisi setempat.

Melemahnya kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntutan hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan, seringkali di identikkan dengan kegagalan upaya kesehatan padahal perawat hanya melakukan daya upaya sesuai displin ilmu keperawatan. Untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat penerima pelayanan dan asuhan keperawatan serta perawat sebagai pemberi pelayanan dan asuhan keperawatan, maka diperlukan ketetapan hukum yang mengatur praktik keperawatan. Hanya perawat yang memenuhi persyaratan saja yang akan mendapatkan lisensi/ijin melakukan Pratik keperawatan. Untuk itu diperlukan Undang Undang Praktik Keperawatan yang mengatur keberfungsian Badan Regulatori atau Konsil Keperawatan untuk melindungi masyarakat.

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Global, turut pula menandatangani kesepakatan di antara 10 negara ASEAN khususnya di bidang pelayanan kesehatan yang dikenal dengan MRA (Mutual Recognition Agreement), dimana Konsil Keperawatan sebagai Badan yang independen diperlukan untuk mengatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi bagi praktik perawat. Dalam kancah 3 global, keperawatan di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negara-negara di Asia terutama dalam hal lemahnya regulasi tentang praktik keperawatan. Di antara 10 negara di Asia tenggara, 7 negara telah memiliki undang-undang yang mengatur tentang praktik keperawatan, sedangkan 3 negara yang belum memiliki undang-undang praktik keperawatan adalah Indonesia, Laos dan Vietnam. Adanya undang-undang praktik keperawatan (Regulatory Body) merupakan salah satu prasyarat mutlak untuk ikut berperan dalam kancah global, apalagi Indonesia telah memproduk tenaga keparawatan dalam jumlah yang besar. Dengan adanya undang-undang praktik keperawatan merupakan jaminan terhadap mutu dan standard praktik disamping sebagai perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima jasa pelayanan keperawatan.

Secara garis besar hal-hal substansial yang dimuat dan ditampung dalam Rancangan Undang-Undang Praktik Keperawatan ini antara lain menyangkut:
1.   Pengaturan kompetensi seorang tenaga keperawatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
2.   Pengaturan ijin praktik kaitannya dengan sertifikasi, registrasi dan lisensi.
3.   Akreditasi tempat praktik dan orang-orang yang bertangung jawab terhadap praktik.
4.   Pengaturan tentang keterkaitan antara praktik dengan penelitian.
5.   Pengaturan penetapan kebijakan yang sekarang ini ada pada departemen kesehatan.
6.   Ketatalaksanaan hubungan antara pasien dengan perawat.
7.   Penerapan ilmu kaitannya dengan penapisan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
8.   Pemberian sanksi disiplin.

1.2    Perumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas bagaimanakah masa depan profesi keperawatan di dalam melaksanakan praktik keperawatan dalam RUU keperawatan.

1.3    Tujuan
1.     Gambaran penyelenggaraan praktik keperawatan
2.     Sejarah perkembangan profesi keperawatan
3.     Registrasi keperawatan
4.     Penyelenggaraan praktik keperawatan
5.     Sertifikasi Keperawatan
6.     Standar pendidikan profesi keperawatan








BAB II
TUJUAN PUSTAKA

2.1  Gambaran  Penyelenggaraan praktik keperawatan
Izin praktik keperawatan pada dasarnya bukan merupakan topik baru bagi para perawat Indonesia. PPNI dalam berbagai kesempatan telah mendiskusikan topik ini. Para ahli yang antusias dalam mengembangkan kualitas dan praktik keperawatan telah pula memberikan sumbangan pikiran. Namun, izin praktik keperawatan sampai tulisan ini dibuat masih tetap merupakan perjuangan keperawatan.
Bagi setiap profesi atau pekerjaan untuk mendapatkan hak izin praktik bagi anggotanya, biasanya harus memenuhi tiga kriteria :
Ada kebutuhan untuk melindungi keamanan atau kesejahteraan masyarakat.
Pekerjaan secara jelas merupakan area kerja yang tersendiri dan terpisah.
Ada suatu organisasi yang melaksanakan tanggung jawab proses pemberian izin. (Kozier Erb, 1990).
Izin praktik keperawatan diperlukan oleh profesi dalam upaya meningkatkan dan menjamin professional anggotanya. Bagi masyarakat izin praktik keperawatan merupakan perangkat perlindungan bagi mereka untuk mendapat pelayanan dari perawat professional yang benar-benar mampu dan mendapat pelayanan keperawatan dengan mutu tinggi.
Tidak adanya izin keperawatan menempatkan profesi keperawatan berasa pada posisi yang sulit untuk menentukan mutu keperawatan. Kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai jenjang pendidikan keperawatan dengan standar atau mutu antar institusi pendidikan yang tidak sama. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa seseorang yang telah lulus dari pendidikan keperawatan belum tentu cukup menguasai kompetensinya sebagai perawat. Situasi inilah yang membuat para pemimpin keperawatan cukup prihatin. Pihak pasien tidak tahu apakah pendidikan perawat atau justru diperburuk oleh kualitas keperawatan yang diberikan oleh para perawat yang dipersiapkan dengan tidak mantap.
Perkembangan pemberian izin praktik keperawatan cukup bervariasi di setiap Negara. Di Amerika Serikat misalnya, izin praktik keperawatan diberikan pada perawat professional mulai pada tahun 1903 tepatnya di Negara bagian North Carolina. Pada tahun 1923 semua
Negara bagian telah mempunyai izin praktik bagi para perawat.
Untuk mendapatkan izin praktik maka seorang lulusan dari pendidikan professional keperawatan harus mendaftarkan diri pada dewan keperawatan yang ada di setiap provinsi untuk mengikuti ujian. Di Amerika Dewan ini bernama State Board of Nursing, atau Board of Registered Nursing, atau Board of Nurse Examinors. Biaya ujian cukup bervariasi antara US$ 25- 100.
Bagi para perawat yang telah menyelesaikan pendidikan spesialisasi keperawatan (Master Degree) maka kepada mereka diperbolehkan mengikuti ujian untuk mendapatkan izin advanced nursing practice. Ujian yang diselenggarakan sesuai dengan spesialisasi misalnya perawat spesialis anestesi, perawat spesialis kebidanan, perawat spesialis klinik, perawat spesialis anak, perawat spesialis kesehatan keluarga, perawat spesialis kesehatan sekolah, perawat spesialis jiwa dan lain-lain. Setelah lulus ujian maka kepada mereka diberi sebutan keprofesian sesuai spesialisasi yang diambil.
Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan fisiologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural yang diberikan kepada klien (pasien) karena ketidakmampuan, ketidakmauan dan ketidaktahuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya yang sedang terganggu. Fokus keperawatan adalah respons klien terhadap penyakit, pengobatan dan lingkungan (Tomey, 1994).
Beberapa teori keperawatan sampai saat ini mewarnai dasar bentuk pelayanan keperawatan, antara lain Teori Adaptasi (Roy), Self care (Orem), Teori 14 kebutuhan dasar/model konseptual Komplementer atau Suplementer (Henderson), Care-Cure and Core (Lydia Hall), Teori Sikap dan Perilaku Caring (Jane Watson), Teori Sistem Perilaku (Johnson), Sistem Sosial (King), Teori Lintas Budaya (Leininger), Perilaku Pencegahan dan Peningkatan Kesehatan (Nola Pender) dan lain-lain. Tujuan dari teori ini adalah untuk memperlihatkan kepada khalayak bahwa fokus pelayanan keperawatan adalah klien dan keluarganya sebagai sistem yang pada dasarnya memiliki potensi untuk berubah dan berkembang dalam rangka pemulihan diri dari gangguan kesehatan, serta perlu untuk di bimbing dalam rangka pemberdayaan dirinya. Inti dari semua teori ini adalah hubungan perawat-klien terbina secara terapeutik dan menjadi landasan terwujudnya kesetaraan professional diantara keduanya yang saling membutuhkan. Teori-teori inilah yang menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan berbeda dengan profesi kesehatan lain (Nurrachmah, 2004).
Keperawatan di Indonesia yang perkembangannya masih belum menggembirakan dibanding dengan negara-negara maju. Di karnakan karna adanya faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor historikal, struktural maupun fungsional. Dengan banyaknya perubahan yang terjadi pada era globalisasi dimana perkembangan tehnologi informasi membuat tidak ada batas antar negara, telah memungkinkan arah perkembangan keperawatan di Indonesia sejalan dengan arah perkembangan keperawatan di negara-negara maju. Walaupun sebenarnya keterlambatan perkembangan keperawatan di Indonesia lebih banyak dikarenakan factor ekesternal profesi.

2.2  Sejarah Perkembangan Profesi Keperawatan
Perkembangan keperawatan di Indonesia mungkin tidak terlepas dari perkembangan keperawatan global. Karna dalam sejarah Islam pada zaman Nabi Muhammad S.A.W, walaupun tidak banyak catatan telah dikenal dengan nama Siti Rufaidah yang dianggap sebagai perawat pertama didunia dan banyak terlibat dalam melayani orang sakit. Selain itu di Inggris juga dikenal dengan nama Florence Nightingale yang terkenal dalam Perang Kremlin dengan mengabdikan dirinya hanya untuk kepentingan orang sakit khususnya para prajurit yang terluka.
Di Indonesia dalam suatu sejarah perkembangan tercatat telah lama ada yaitu diberikan oleh orang yang telah di didik untuk merawat orang sakit.  Beberapa catatan mengemukakan sebelum kemerdekaaan tahun 1945 bahwa pendidikan perawat telah di mulai sejak tahun 1800-an di sebuah rumah sakit di Batavia yang sekarang dikenal dengan Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta. Sejak saat itu dikembangkan berbagai pendidikan kekhususan paramedis diantaranya pendidikan untuk menjadi mantra cacar, tenaga perawat berijazah eropa, tenaga perawat berijazah Hindia Belanda dan pendidikan mantri malaria. Pendidikan mantri cacar merupakan pendidikan tertua sejak tahun 1820 dengan lama pendidikan 6-12 bulan, termasuk praktik lapangan 6 bulan. Perawat berijazah eropa adalah dimulai dengan pendidikan dasar MULO dan lama pendidikan 3 tahun dimana lulusannya mendapatkan fasilitas dan penghargaan lebih tinggi dibanding tenaga lainnya. Sedangkan perawat yang berijazah Hindia Belanda sering disebut dengan mantri jururawat adalah perawat dengan lama pendidikan 4 tahun yang menghasilkan dua jenis tenaga perawat yaitu perawat umum dan perawat jiwa yang dimulai sejak tahun 1915. Adapun mantri malaria merupakan tenaga perawat yang hanya berupa kursus selama satu setengah tahun, yang hanya diadakan 2 kali yaitu tahun 1926 dan 1927.
Keterlibatan perawat dalam medan perang sangat aktif, keperawatan diinterpretasikan dalam aspek yang sangat luas. Mereka melakukan berbagai kegiatan diantaranya mulai mengangkat korban, mengobati, memindahkan ketempat yang lebih aman sampai dengan memakamkan bagi korban yang meninggal. Perawat melakukan kegiatan yang berdasarkan pada prosedur kemanusiaan.
Keperawatan setelah kemerdekaan sampai dengan tahun 1965 tidak banyak mengalami kemajuan. Pada tahun 1953 dibuka Sekolah Pengatur Rawat (SPR) dengan latar belakang sekolah menengah pertama dan lama pendidikan 3 tahun yang dibuka di 3 wilayah yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya. Tahun 1955, dibuka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK) dengan latar belakang pendidikan dasar (Sekolah Rakyat) ditambah satu tahun. Pada masa ini nampak bahwa perkembangan keperawatan masih sangat tertinggal sehingga pada tahun 1960-an dikenal berbagai jenis tenaga perawat sampai lebih dari 20 jenis. Pendidikan keperawatan berbasis rumah sakit lebih ditujukan kepada pemenuhan kebutuhan rumah sakit setempat, mereka bekerja dibawah supervisi tenaga kesehatan lainya. Karena landasan keilmuan yang kurang kokoh maka pelayanan yang diberikan lebih bersifat suplementer dan menjadi tenaga yang kurang akontabel. Situasi tersebut mendorong Departemen Kesehatan mengembangkan pendidikan keperawatan yang lebih sesuai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan dengan didirikannya Akademi Keperawatan di lingkungan Rumah Sakit Ciptomangunkusumo Jakarta pada tahun 1962 (yang dikenal dengan CBZ) dengan latar belakang pendidikan sekolah menengah atas dan di tambah dengan pendidikan sekolah keperawatan 3 tahun.
Pada tahun 1972, di deklarasikan wadah Persatuan Perawat Nasional Indonesia sebagai wadah organisasi profesi, dimana para perawat sudah mulai menyadari bahwa pentingnya organisasi profesi bagi pengembangan keperawatan. Pada tahun 1983 merupakan periode kebangkitan, dimana pada Lokakarya Nasional Keperawatan disepakati bahwa keperawatan adalah profesi dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi.
Pada tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang merupakan pendidikan tinggi keperawatan Strata satu pertama di Indonesia. Perkembangan ini diikuti pula dengan dengan diakuinya keperawatan sebagai profesi pada Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992. Periode ini menjadi penting setelah Peraturan pemerintah no.32 tahun 1996 telah menjabarkan keberadaan profesi keperawatan sebagai satu dari enam kelompok profesi kesehatan yang ada di Indonesia. Kebijakan ini mendorong organisasi profesi menata katagori tenaga keperawatan yang ada dengan hanya ada tiga katagori yaitu SPK, D.III dan Sarjana Keperawatan (Ners).

2.1 Registrasi Keperawatan
Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat (STRP). Registrasi perawat dilakukan dalam 2 (dua) kategori:
a.    LVN untuk perawat vokasional
b.   RN untuk perawat professional

Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :
a.    memiliki ijazah perawat Diploma III dan SPK untuk LVN
b.   memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis untuk RN
c.    mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji perawat
d.   memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental
e.    lulus uji kompetensi
f.    membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan kode etik profesi keperawatan
g.   rekomendasi dari organisasi profesi

2.4 Penyelenggaraan Praktik Peperawatan
Praktik keperawatan dilakukakan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat dengan klien dan atau pasien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan.
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPP berwenang untuk:
a.    Melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi diantaranya:  pengkajian keperawat, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
b.   Melaksanakan tindakan keperawatan sebagaimana meliput antara lain: intervensi/tritmen keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
c.    Melaksanakan intervensi keperawatan
d.   Memberikan pengobatan (tidak termasuk obat-obat dengan label merah) dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep terbatas.
e.    Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.

2.5  Sertifikasi Keperawatan
Sertifikasi merupakan proses pengabsahan bahwa seorang perawat telah memenuhi standar minimal kompetensi praktik pada area spesialisasi tertentu seperti kesehatan ibu dan anak, pediatric , kesehatan mental, gerontology dan kesehatan sekolah. Sertifikasi telah diterapkan di Amerika Serikat. Di Indonesia sertifikasi belum diatur, namun demikian tidak menutup kemungkinan dimasa mendatang hal ini dilaksanakan.

2.6 .   Standar Pendidikan Profesi Keperawatan
           Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi keperawatan dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia. Dalam rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan, organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan.

Standar pendidikan profesi keperawatan adalah:
a.    untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
b.   untuk pendidikan profesi Ners Spesialis I dan II disusun oleh Kolegium Ners Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.


2.7 Lisensi Keperawatan
            Lisensi keperawatan adalah pemberian izin kepada perawat yang memenuhi persyaratan oleh badan pemerintah yang berwenag, sebelum ia diperkenankan melakukan pekerjaan dan prakteknya yang telah ditetapkan.

a. Tujuan pemberian Lisensi
·      Membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi yang kompeten.
·      Meyakinkan masyarakat bahwa yang melakukan praktek mempunyai kompetensi yang diperlukan




















BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan saat ini didominasi oleh kebutuhan formil dan kepentingan pemerintah, sedangkan peran profesi masih kurang apalagi bila dibandingkan dengan perangkat hukum negara lain di Asia dan Eropa.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang keperawatan yang sangat pesat harus diimabngi pula dengan perangkat hukum yang ada, sehingga dapat memberikan perlindungan yang menyeluruh kepada tenaga keperawatan sebagai pemberi pelayanan maupun di masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan. Dalam melakukan perubahan atau dalam membentuk suatu undang-undang yang diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, maka keberadaan naskah akademis menjadi sangat penting.

Oleh karena itu penyusunan naskah akademis Praktik Keperawatan ini memuat pokok-pokok pikiran mengenai materi hukum yang melandasi penyusunan praktik keperawatan mencakup antara lain:
a.    Pengaturan kompetensi seorang tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
b.   Pengaturan izin praktik kaitannya dengan seritifikasi, registrasi dan lisensi.
c.    Akreditasi tempat praktik dan orang yang bertanggung jawab ditempat praktik.
d.   Pengaturan penetapan kebijkan, yang sekarang ini hanya ada di Departemen Kesehatan.
e.    Pengaturan ketatalaksanaan hubungan perawat klien (pasien).
f.    Penerapan ilmu kaitannya dengan penapisan ilmu pengetahuan dan tehnologi.





3.2     Saran
1.      Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif dan partisipatif semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam penyelenggaran Praktik Keperawatan berorientasi kepada pelayanan yang bermutu.
2.      Perlu adnya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang diselenggarakan oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap mendidik sekaligus bersifat menghukum yang mudah dipahami dan dilaksanakan, karena penyelenggaraan praktik keperawatan menyangkut berbagai pihak sehingga yang terkait hendaknya bersifat proaktif dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut.
3.      Materi naskah akademis praktik keperawatan perlu dinormatifkan dalam bahasa hukum dan dituangkan dalam praktik keperawatan.




















Daftar Pustaka
Robert Prihardjo, Praktik Keperawatan Profesional : Konsep Dasar Dan Hukum, EGC , Jakarta.