Sabtu, 05 April 2014

askep dengan pasien Anemia


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb darah kurang dari normal ( I dewa nyoman supariasa, dkk: 132 ) .
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb lebih rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan ( WHO 1992 ) .
Anemia yang tidak mendapat penanganan dan pengobatan yang serius dapat menimbulkan komplikasi lanjut seperti leukemia , gagal ginjal , gagal jantung , infeksi yang akan menyebabkan kematian .
Oleh karena itu perawat sebagai bagian dari sistenm pelayanan kesehatan mempunyai peran yang penting dalam memberikan pelayanan keperawatan sehingga berkontribusi untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi.

B.     Tujuan
1.   Tujuan umum
Mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan anemia.
2.      Tujuan khusus
a.    Mampu memahami dan mengidentifikasi dari anemia.
b.   Mampu melakukan pengkajian pada klien anemia.
c.    Mampu merumuskan diagnosa pada klien anemia.
d.   Mampu menyusun rencana keperawatan pada klien anemia .







BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.    Konsep dasar
1.   Definisi
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar HB atau hematokrit dibawah normal ( Suddarth dan Brunner . 2002 : 935 ).
Anemia adalah penurunan jumlah masa eritrosit ( red cell mass ) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer ( penurunan oksigen corrying capacity ) ( sudoyo ,w .aru , dkk . 2006 : 622 ) .
Anemia adalah istilah yang mengacu pada suatu kondisi dimana terdapat penurunan konsentrasi Hb , jumlah SDM , atau volume sel darah tanpa plasma ( hematokrit ) dibandingkan dengan nilai – nilai normal ( Tan bayong jan . 2000 : 77 ) .
Anemia aplastik adalah tidak berfungsinya sum – sum tulang ( Gayton & Hall . 1997 : 154 ) .
Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 , asam folat yangv memperlihatkan perubahan – perubahan sum – sum tulang dan darah perifer yang idientik(( Suddarth dan Brunner ) .
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan eritrosit memiliki rentang usia yang memendek ( Suddarth dan Brunner . 2002 : 943 ).
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang disebabkan oleh defek Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri (Suddarth dan Brunner ).

2.   Klasifikasi anemia
a.    Anemia karena hilangnya SDM , terjadi akibat perdarahan karena berbagai sebab seperti perlukaan , perdarahan gastrointestinal , perdarahan uterus , perdarahan hidung , perdarahan akibat operasi.


b.   Anemia karena menurunya produksi SDM , dapat disebabkan karena kekurangan unsur­ penyusun SDM ( asam folat , vitamin B12 , zat besi ) , gangguan fungsi sum – sum tulang ( adanya tumor , pengobatan , toksin ) , tidak adekuatnya stimulasi karena berkurangnya erittropoitein ( pada penyakit ginjal kronik ).
·      Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan hipokromik ( konsentrasi Hb kurang ) , mikrositik yang disebabkan oleh suplai besi kurang dalam tubuh . kurangnya besi berpengaruh dalam pembentukan Hb sehingga konsentrasinya dalam SDM berkurang , hal ini akan mengakibatkan tidak adekuatnya pengangkutan oksigen keseluruh jaringan tubuh .pada keadaan normal kebutuhan besi orang dewasa adalah 2- 4 gm.Pada laki – laki kebutuhan besi adalah 50 mg/ kg BB dan pada wanita 35 mg /kg BB ( Lawrence M Tierney,2003 ) dan hamper 2/3 terdapat dalam Hb .absorbsi besi terjadi dilambung , duodenum dan jejunum bagian atas.adanya erosive esofagitis , gaster , ulser duo denum , kanker dan adenoma kolon akan mempengaruhi absobsi besi .
·      Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis DNA yang mengakibatkan tidak sempurnanya SDM . keadaan ini disebabkan karena defisiensi vitamin B12 dan asam folat.karakteristik SDM ini adalah adanya megaloblas abnormal ,perematur denga fungsi yang tidak normal dan dihancurkan semasa dalam sum – sum tulang sehingga terjadinya eritropoeisis dengan masa hidup eritrosit yang lebih pendek.yang akan mengakibatkan leucopenia, trombositopenia.
·      Anemia defisiensi vitamin B12.
Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya factor intrinsic yang diproduksi di sel parietal lambung , sehingga terjadi gangguan absobsi vitamin B12.
·      Anemia defisiesi asam folat
Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada orang yang kurang makan sayuran dan buah – buahan , gangguan pada pencernaan , alkolik dapat meningkatkan kebutuhan folat , wanita hamil , masa pertumbuhan . defisiensi asam folat juga dapat mengakibatkan sindrom malabsobsi.

·      Anemia aplastik
Terjadi akibat ketidak sanggupan sum – sum tulang untuk membentuk sel – sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer atau zat yang dapat merusak sum – sum tulang ( Mielotoksin ).

c.    Anemia karena meningkatnya destruksi atau kerusakan SDM , dapat terjadi karena hiperaktifnya RES.

Meningkatnya destruksi SDM dan tidak adekuatnya produksi SDM biasanya karena factor – factor :
ü  kemampuan respon sum – sum tulang terhadap penurunan SDM kurang karena meningkatnya jumlah retikulosit dalam sirkulasi darah
ü  meningkatnya SDM yang masih muda dalam sum – sum tulang dibandingkan yang matur atau matang.
ü  ada atau tidaknya hasil destruksi SDM dalam sirkulasi ( peningkatan kadar bilirubin.
·      anemia hemolitik
anemia hemolitik terjadi akibat peningkatan hemolisis dari eritrosit sehingga usia SDM lebih pendek yang disebabkan oleh : 5% dari jenis anemia , herediter , Hb abnormal , membrane eritrosit rusak , thalasemia , anemia sel sabit ,reaksi autoimun , toksik , kimia , pengobatan , infeksi , kerusakan fisik.
·      anemia sel sabit
adalah anemia hemolitk berat yang ditandai dengan SDM kecil sabit ,dan pembesaran limfa akibat kerusakan molekul Hb.

3.   Etiologi
a.    Obat – obatan dan zat kimia
ü agen kemoterapi
ü anticonvulsant
ü antimetabolis
ü kontrasepsi
ü zat kimia toksik
b.   Nutrisi
ü defisiensi besi, asam folat
ü defisiensi cobal
ü alkoholis
c.    Perdarahan
d.   Efek fisik
ü Trauma
ü Luka bakar
e.    Penyinaran
f.    Infeksi
ü Hepatitis
ü Cytomedalovirus
ü Clostridia
ü Sepsis gram negative
ü Malaria
ü Toksoplasmosis
g.   Penyakit kronis dan maligna
ü Penyakit ginjal, hati
ü Infeksi kronis
ü Neoplasma
h.   Perdarahan
i.     Imunologi
j.     Genetic
ü Hemoglobinopati
ü Thalasemia
ü Abnormal enzim glikolitik
ü Fangoni anemia
k.   Tromboti trombositopenia purpura dan sindrom uremik hemolitik


4.      Patofisiologi
Bila defisiensi besi dianggap sebagai penyebab anemia maka,akan terganggu proses pembentukan Hb.anemia defisiensi besi adalah anemia yang paling banyak menyerang anak – anak .bayi cukup bulan yang lahir dari ibu yang non anemic dan bergizi baik , memiliki cukup persedian zat besi sam pai berat badan lahirnya menjadi 2x lipat , umumnya berusia 4 – 6 bulan , sesudah itu zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhui kebutuhan anak
Jika asupan zat besi dari makanan tidak cukup maka akan terjadi anemia defisiensi besi.hal ini paling sering terjadi karena pengenalan makanan padat terlalu dini ( sebelum usia 4 – 6 bulan ) , dihentikannya susus formula bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun , dan meminum susu sapi yang belebihan tanpa tambahan makanan padat kaya besi . bayi yang tidak cukup bulan ,bayi dengan perdarahan prenatal yang berlebihan , atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan zat besi . juga tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat . bayi ini beresiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi zat besi sebelum berusia 6 bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan darah yang kronik . pada bayi hal ini dapat terjadi karena pendarahan usus kronik akibat protein susus sapi dan tidak tahan panas . pada anak sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1-7 ml dari saluran cerna setiap hari yang dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi .pada anak remaja putrid anemia defisiensi besi dapat terjadi karena menstruasi yang berlebihan.

5.      Manifestasi klinis
Area
Manifestasi klinis
Keadaan umum
Pucat , keletihan berat ,kelemahan ,nyeri kepala , demam ,dipsnea , vertigo , sensitive terhadap dingin , BB turun.
Kulit
Pugat jaundice ( anemia hemolitik ) , kulit kering , kuku rapuh , klubbing
Mata
Penglihatan kabur , jaundice sclera dan perdarahan retina
Telinga
Vertigo , tinnitus
Mulut
Mukosa licin dan mengkilat , stomatitis
Paru – paru
Dipsneu dan orthopnea
Kardiovaskuler
Takikardia , palpitasi ,mur – mur , angina , hipotensi ,kardiomegali , gagal jantung
Gastrointestinal
Anoreksia dan menoragia,menurunya fertilisasi , hematuria ( pada anemia hemolitik )
Muskuloskletal
Nyeri pinggang , sendi dan tenderness sternal
System persyarafan
Nyeri kepala , binggung , neurupatu perifer , parastesia , mental depresi , cemas , kesulitan koping.

6.      Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan laboratorium
·      Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < style="">red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
·      Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.
·      Kadar besi serum menurun <50>350 mg/dl, dan saturasi transferin.
·      Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
·      TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
·      Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanu

7.      Penatalaksanaan medic
a.    Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai.
b.   Pemberian preparat Fe :
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
c.    Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel.
d.   Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).

Penatalaksanaan terapi
Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi,terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :
a.    Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
b.   Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :
·      Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.preparat yang tersedia, yaitu:
ü  Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.
ü  Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
·      Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya,serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :
ü  Intoleransi oral berat,
ü  Kepatuhan berobat kurang,
ü  Kolitis ulserativa
8.      Komplikasi
a.    Infeksi
b.   Gagal pernafasan
c.    Kardiovaskuler
d.   fungsi ginjal
e.    Gangguan fungsi hati.















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


DIAGNOSA
P E R E N C A N A A N
T U J U A N
I N T E R V E N S I
R A S I O N A L
Intoleren aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan ditandai dengan :
DS : Klien mengatakan :
§  Sering pusing
§  Cepat lelah
§  Mata berkunang-kunang
§  Gelisah
§  Tidak bisa beraktivitas
§  Nyeri dada
DO : klien tampak terlihat :
§  Pucat
§  Gelisah
§  Cemas
§  Nafas pendek
§  Konjungtiva anemis
§  Sulit dalam melakukan aktivitas
TTV
§  TD : mengalami penurunan (Dws: 120/80 mmHg)
§  N : lemah (Dws: 60-100x/menit)
§  R : meningkat (Normal: 12-20x/menit)
§  SB : meningkat ( Normal : 370C )





Pemeriksaan Lab.
§  Hb : kurang dari normal ( Nilai normal, L : 13,5-18 gr % P : 12-16 gr % )
§  LED : meningkat ( Nilai normal, L : 0 – 15 mm/jam P : 0 – 20 mm/jam )
§  CT (Pembekuan) : memanjang ( Nilai normal, 5 – 11 menit )
§  BT (Pendarahan) : memanjang ( Nilai normal, 1 – 7 menit )
§  Retikulosit : kurang dari 1 % ( Nilai normal, Dws : 0,2-2 % Anak : 4-6 % )


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, toleransi klien terhadap aktivitas meningkat, dengan criteria :
1. klien dapat beraktivitas secara mandiri

2. observasi TTV dalam batas normal
Mandiri
1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas, catat laporan kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas
2. kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot



3. monitor TD, nadi, pernapasan, selama dan sesudah aktivitas. Catat respon terhadap tingkat aktivitas (mis. Penigkatan denyut jantung/TD, distritmia, dispnea, takipnea, dsb.)
4. berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Monitor dan batasi pengunjung, telepon, dan gangguan berulang tindakan yang tidak direncanakan.
5. ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing



6. prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas
7. berikan bantuan dalam aktivitas/ambulansi bila perlu, memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanayk mungkin
8. rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas yang pasien pandang perlu. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi




9. gunakan tekhnik penghematan energi, mis. Mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan tugas-tugas

10. anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi

1. mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan



2. menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien atau resiko cedera
3. manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.


4. meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru

5. hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut, dan peningkatan resiko cedera
6. mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regang pada sistem jantung dan pernapasan

7. membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri.


8. meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meningkatkan harga diri dan rasa terkontrol
9. mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan
10. regangan/stress kardiopulmonal berlebihan atau stress dapat menimbulkan dekompensasi atau kegagalan

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah ditandai dengan :

DS : klien mengatakan :
§  Sering pusing
§  Cepat lelah
§  Mata berkunang-kunang
§  Gelisa
§  Sesak nafas
§  Nyeri dada
DO : klien tampak terlihat :
§  Pucat
§  Gelisah
§  Bunyi nafas tidak teratur
§  Cemas
§  Lemah
§  Nafas pendek
§  Bernafas menggunakan cuping hidung
§  Mukosa bibir sianosis
§  Konjungtiva anemis
TTV
§  TD : mengalami penurunan (Dws: 120/80 mmHg)
§  N : lemah (Dws: 60-100x/menit)
§  R : meningkat (Normal: 12-20x/menit)
§  SB : meningkat ( Normal : 370C )
Pemeriksaan Lab.
§  Hb : kurang dari normal ( Nilai normal, L : 13,5-18 gr % P : 12-16 gr % )
§  LED : meningkat ( Nilai normal, L : 0 – 15 mm/jam P : 0 – 20 mm/jam )
§  CT (Pembekuan) : memanjang ( Nilai normal, 5 – 11 menit )
§  BT (Pendarahan) : memanjang ( Nilai normal, 1 – 7 menit )
§  Retikulosit : kurang dari 1 % ( Nilai normal, Dws : 0,2-2 % Anak : 4-6 % )



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, proses pertukaran gas pada klien kembali normal, dengan criteria :
1. klien menunjukkan perbaikan ventilasi

2. frekwensi dan pola nafas normal

3. klien tidak menunjukkan adanya sianosis

4. klien berpatisispasi dalam aktivitas sehari-hari tanpa kelemahan dan kelelahan
Mandiri
1. kaji tingkat kesadaran atau fungsi mental secara teratur



2. kaji toleransi aktivitas: batasi aktivitas dalam tolerasnsi pasien atau tempatkan pasien pada tirah baring. Bantu dalam mobilitas sesuai kebutuhan.
3. dorong pasien untuk memilih periode istirahat dan aktivitas. Jadwalkan periode istirahat sesuai indikasi.

4. peragakan dan dorong penggunaan tekhnik relaksasi, mis., bimbingan imajinasi dan visualisasi.

5. tingkatkan masukan cairan yang adekuat mis., 2-3 L/hari dalam toleransi jantung.



6. batasi pengunjung atau staf.


Kolaborasi
7. berikan suplemen oksigen lembab sesuai indikasi
8. lakukan atau bantu fisioterapi dada, IPPB, dan spirometri intensif.



9. berikan pak SDM atau transfuse tukar sesuai indikasi.




















10. berikan obat sesuai indikasi :
Antiperetik, contoh asetaminofen (Tylenol)

Antibiotik

1. jaringan otak sangat sensitive pada penurunan oksigen dan dapat merupakan indicator dini terjadinya hipoksia
2. penurunan kebutuhan metabolic tubuh menurunkan kebutuhan oksigen/derajat hipoksia

3. melindungi dari kelelahan berlebihan. Menurunkan kebutuhan oksigen/derajat hipoksia
4. relaksasi menurunkan tegangan otot dan ansietas dan kebutuhan metabolic untuk oksigen
5. masukkan yang mencukupi perlu untuk mobilisasi sekret dan mencegah hiperviskositas darah/sumbatan kapiler
6. melindungi dari potensial sumber infeksi pernapasan


7. memaksimalkan transport oksigen ke jaringan, khususnya pada adanya gangguan paru/pneumonia
8. dilakukan untuk mobilisasi sekret dan meningkatan pengisian udara area paru
9. meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, melarutkan persentase hemoglobin S (untuk mencegah sabit), memperbaiki sirkulasi, dan merusak sel sabit. SDM kemasan biasanya digunakan karena kurang dapat membuat kerja berlebihan dari sirkulasi. Catatan: transfuse sebagian pada individu resiko tinggi, mis., luka kaki berat, kronis, persiapan untuk anastesi umum, kehamilan trimester III

10.mempertahanankan normotermi untuk menurunkan kebutuhan oksigen metabolic tanpa mempengaruhi pH serum, yang dapat terjadi karena aspirin

Antibiotic spectrum luas dimulai dengan segera sambil menanti hasil kultur infeksi yang dicurigai, kemudian mungkin diubah bila patogen khusus teridentifikasi.










Daftar Pustaka

Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif.2008.Asuhan Keperawatan pada klien dangan gangguan system kardiovaskuler dan hematologi. Jakarta:Salemba Medika

Wiwik. H., & Haribowo, A. S.2008.Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sitem hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Harrison.1999.Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor edisi bahasa Indonesia : Asdie, A. H. Jakarta : EGC.



Tugas Kelompok
Logo KEMENKES.jpgASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ANEMIA



 




Oleh

                        Kelompok  III

*      Zulfikar Lanjari
*      Abdulmajid A Rajab
*      Desma Mahmud
*      Wiwin L. Qanada
*      Siti Munaja R. Mangoda
*      Sakila A. Hi. Saleh
*      Gamar Haruna
*      Herlina Rua
*      Janeanti Afi Kayely
*      Nurfadila Hi. Rauf
*      Marni J. Ilyas
*      Rion Tendra
*      Putri Desi Handayani
*      Safar Jumati
*      Fajria Rajab
*      La Ode Nurjaman

 


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TERNATE

JURUSAN KEPERAWATAN

2013